28 April 2013

Doa Khatmul Qur'an

Bismillahirrahmaanirrokhiim...

          Ya Allah, karuniakan kasih sayang-Mu kepadaku melalui Al-Qur'an-Mu. Jadikan ia iman, cahaya, hidayah, dan sumber rahmat bagiku. Ya Allah ingatkan aku jika aku lupa mengingat ayat-ayatnya. Ajari aku ayat-ayat yang susah dipahami. Beri aku kenikmatan ketika membaca dikala siang dan malam. Dan, jadikan ia sebagai hujjah bagiku wahai Tuhan sekalian alam.

          Ya Allah,  baguskanlah agamaku yang akan menjadi kehormatan segala urusanku. Berilah aku kebaikan di dunia sebagai tempat aku menjalani hidup. Berilah aku kebaikan di akhirat yang menjadi tempat aku kembali. Jadikan kehidupan ini sebagai tempat menambah kebaikan, dan jadikan kematian sebagai pembebasan dari semua kejahatan.

          Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku di penghujungnya, sebaik-baik pekerjaanku di akhir kehidupanku, dan hari terbaikku pada hari ketika aku bertemu dengan-Mu.

          Ya Allah, aku mohon kehidupan yang nyaman, kematian yang damai, dan tempat kembali yang tidak menyedihkan.

          Ya Allah, aku meminta kepada-Mu permintaan terbaikku, doa terbaikku, kesuksesan terbaikku, ilmu terbaikku, pahala terbaikku, kehidupan terbaikku, kematian terbaikku. Kuatkan aku, beratkan timbangan kebaikanku, kukuhkan imanku, tinggikan derajatku, terima salatku, ampuni dosa-dosa ku, dan berilah aku surga tertinggi.

          Ya Allah, aku mohon karunia yang harus Engkau berikan, ampunan yang harus Engkau karuniakan, pembebasan dari segala dosa, ganimah untuk setiap kebaikan, kemenangan dengan meraih surga, dan keselamatan dari siksa neraka.

          Ya Allah, beri aku kebaikan dalam setiap urusan, serta beri kami pahala atas segala kepedihan dunia dan siksa akhirat.

          Ya Allah, beri kami rasa takut kepada-Mu yang menghalangi kami berbuat maksiat. Anugerahi kami ketaatan yang akan mengantarkan kami ke surga-Mu. Beri kami keyakinan yang akan meringankan setiap musibah dunia. Beri kami kenikmatan melalui pendengaran dan penglihatan, serta beri kami kekuatan hidup. Jadikan semua itu warisan dari kami. Jadilah pembalas bagi setiap yang menzalimi kami, dan bantulah kami menghadapi musuh-musuh kami. Janganlah Engkau timpahkan musibah ketika kami memeluk islam. Janganlah Engkau jadikan dunia sebagai cita-cita kami dan akhir ilmu kami. Janganlah Engkau tundukkan kami pada orang-orang yang tidak menyayangi kami.

          Ya Allah, tidaklah Engkau sisakan sebuah dosa, kecuali Engkau memupusnya. Tidaklah Engkau sisakan kegelisahan, kecuali Engkau beri jalan keluarnya. Tidaklah Engkau biarkan sebuah hutang, kecuali Engkau melunasinya. Dan tidaklah Engkau memunculkan keinginan-keinginan dunia, kecuali Engkau memenuhinya wahai Yang Maha Pengasih.

          Ya tuhan kami, beri kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan jaga kami dari siksa neraka. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada nabi kita Muhammad saw.,keluarganya, serta sahabat-sahabatnya yang terpilih. Aamiin...

24 April 2013

:: YA ALLAH, KAPAN AKU MENGANGKAT KOPERKU SENDRI

Saat itu adalah bulan Muharram tahun 1424 H. Seorang pria bernama Mamat yang bekerja di Bandara Soekarno-Hatta sedang sibuk mengangkat koper-koper penumpang. Koper bukan sembarang koper. Semua koper yang baru saja dibongkar dari pesawat Saudia Airlines itu memiliki kesamaan; berbentuk besar, berwarna biru tua dan bertuliskan nama pemilik, nomer kloter dan asal kota. Koper-koper tersebut adalah milik jemaah haji yang baru saja selesai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada tahun itu.

Setiap kali mengangkat satu koper, Mamat selalu membaca basmalah dan shalawat kepada Rasulullah Saw. Sudah berpuluh koper yang ia angkat, hingga rasa itu muncul di dadanya. Pada kali selanjutnya, tatkala tangannya menggamit pegangan koper, ia sempat membaca doa kecil kepada Allah Sang Penguasa alam di dalam hatinya, “Ya Allah, kapan saya mengangkat koperku sendiri seperti ini…?!” Sebenarnya yang ia maksud adalah ia begitu berharap dapat berangkat haji ke Baitullah.

Rupanya Allah mendengar jeritan hati Mamat. Hanya selang 4 bulan saja, Subhanallah, namanya keluar sebagai salah seorang dari 17 orang pegawai yang mendapatkan jatah naik haji tahun itu atas biaya kantor. Mamat pun amat bersyukur kepada Allah Ta’ala karenanya.

Namun kebahagiaan ini tidak serta-merta membuat Mamat puas hati. Ia tahu bahwa berita ini boleh jadi akan membuat Iis, istrinya bersedih. Sebab hanya dia saja yang dapat berangkat naik haji, padahal mereka berdua selalu berdoa kepada Allah Swt agar dapat berangkat naik haji bersama-sama.

Maka tatkala menyampaikan berita ini pun, Mamat amat hati-hati dalam mengemasnya. “Semoga tidak ada bahasa yang terpeleset dan melukai hati”, itulah harapan Mamat.

“Is…. Akang minta maaf ya sama kamu…” Mamat mencoba membuka percakapan dengan meminta maaf terlebih dahulu. “Emangnya ada apa, Kang?” sang istri bertanya. “Akang ingin beritahukan sesuatu ke kamu, tapi kamu jangan marah ya… apalagi sedih…?” sambut Mamat. Kalimat itu membuat Iis menjadi gelisah. Ia coba tenangkan hati untuk mendengar berita gak enak ini. Mamat pun kemudian menyambung kalimatnya dengan nada hati-hati, “Is… Akang hari ini mendapat kejutan. Akang terpilih menjadi salah satu karyawan yang akan diberangkatkan haji oleh kantor…”

“Alhamdulillah….!!!” Iis berteriak kegirangan. Ia langsung melompat ke arah Mamat suaminya dan memeluknya dengan erat. Dengan bersemangat Iis berkata, “Kirain berita sedih…! Berita bagus kayak begini kok dibawa sedih kayak begitu Kang? Iis ikut senang ngedengernya!” “Ya… emang sebenarnya ini adalah berita gembira, cuma yang bikin Akang takut membuat kamu sedih adalah karena Akang gak punya duit untuk ngeberangkatin kamu, Is! Akang khan cuma pegawai kecil seperti kamu tahu… Kalau saja, duit itu ada, tentu Akang akan ajak kamu juga untuk berhaji ke rumah Allah!” Iis lalu mengerti kegundahan yang berkecamuk dalam hati suaminya. Sambil tersenyum, Iis berujar, “Udah kang gak usah dipikirin, Iis rela melepas Akang naik haji. Tapi jangan lupa doain Iis ya biar cepat nyusul!” Akhirnya, apa yang dikhawatirkan Mamat tentang perasaan istrinya pun tidak berlaku. Sekali lagi Mamat bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla karenanya.

Hari itu adalah jadwal Mamat untuk berangkat haji. Seperti kebiasaan orang kampungnya, maka kepergian Mamat diantar dengan adzan dan iqamat. Pembacaan shalawat dustur yang dikumandangkan oleh seorang ustadz pun membuat semua orang haru meneteskan air mata.

Saat itulah, Mamat berpamitan dengan menyalami serta merangkul orang-orang yang ia kenal seraya meminta restu. Semua anggota keluarga, kerabat, tetangga, sanak famili menghadiri acara itu. Semuanya sudah bersalaman dan berangkulan dengan Mamat. Hingga saat Mamat hendak naik ke atas kendaraan, saat itulah tiba giliran Iis mencium punggung telapak tangan suaminya dan suasana haru pun tercipta. Air mata suami-istri itu pun jatuh membasahi bumi. Saat mereka berdua berpelukan, Iis berucap, “Kang Mamat…., jangan lupa untuk doain Iis ya di Baitullah… panggil-panggil nama Iis di sana. Insya Allah, Iis dan anak-anak ikhlas ngelepas Akang. Semoga kita semua, dengan doa kang Mamat, bisa nyusul berangkat haji bareng-bareng…!” Tak kuasa Mamat menahan tangis. Pelukan itu makin ia pererat. Ia hanya mampu mengucapkan kata ‘Amien’. Dalam hati, Mamat berucap agar Allah Swt juga berkenan mengajak istri dan anak-anaknya untuk berhaji seperti dia.
Di dalam kendaraan Mamat masih sempat berdoa kepada Allah Swt untuk keluarga yang ia tinggalkan:

“Ya Allah, Engkau adalah pendampingku dalam perjalanan. Engkau juga yang menggantikan aku untuk menjaga keluarga yang ditinggalkan… Aamien” HR. Muslim.

Usai membaca doa, ia pusatkan konsentrasinya untuk khusyuk beribadah kepada Allah Swt.
42 hari Mamat menuntaskan semua ritual ibadah haji di kota suci Mekkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawwarah. Semuanya dijalani dengan begitu khusyuk dan nikmat. Sesampainya di tanah air pun, ia langsung mendapatkan sebuah titel baru dari masyarakat. Kini ia dikenal dengan panggilan Haji Mamat di kampungnya.

Lepas 6 bulan setelah kepulangannya dari tanah suci. Iis istrinya yang dulu sempat berucap ikhlas melepas kepergian suaminya ke tanah suci, pagi itu ia kelepasan berujar bahwa dirinya sebenarnya begitu ingin juga berangkat ke tanah suci untuk berhaji. Kalimat itu dituturkan dengan nada sedih yang mengguncang hati Mamat. Kegundahan itu memang pernah diduga sebelumnya oleh Mamat. Namun baru kali ini kegundahan itu membuncah, dan tercetus lewat penuturan akan kerinduan untuk datang ke rumah Allah Swt dalam ritual haji. Muslim atau muslimah mana yang tidak mau untuk berhaji?

Maka demi menghibur hati Iis, Mamat pun berujar kepadanya, “Is… kamu memang berhak untuk berangkat haji seperti orang lain, tapi Akang belum cukup punya uang. Sekarang kita hanya mampu untuk berdoa kepada Allah Swt…. Dia Maha Kuasa…. Jangankan minta haji…. minta yang lebih dari itu Dia pun amat kuasa. Nanti malam kita bangun ya untuk shalat tahajud…! kata ustadz, doa pada sepertiga malam terakhir amat dikabul. Nanti kita doa sama-sama untuk minta naik haji. Insya Allah akan dikabulkan… percaya deh!” Demikian ajakan Mamat kepada istrinya untuk melakukan shalat tahajud dan berdoa bersama nanti malam. Dan ajakan itu, disambut dengan anggukan kepala oleh Iis tanda setuju.

Rupanya Mamat pulang dari kerja tidak seperti biasa. Hari itu ia tiba di rumah lewat dari pukul 20.00 WIB. Rupanya ada pekerjaan ekstra yang ia lakukan. Biasanya Mamat sudah tiba di rumah pukul 5 sore. Mungkin, ada pesawat lain yang tiba di luar jadwal, sehingga beberapa kuli panggul seperti Mamat disiagakan untuk bongkar muatan.

Mamat pulang dengan badan yang letih. Usai menjalani shalat Isya, ia langsung rebahan di atas kasur dan langsung tertidur. Rasa letih membuatnya lupa untuk makan malam terlebih dahulu, atau menyapa keluarganya yang masih menunggu kedatangannya. Iis dapat memaklumi hal itu. Tidak beberapa lama kemudian, Iis pun menyusul tidur di atas ranjang bersama suaminya.

Seperti apa yang telah mereka janjikan, Iis terjaga dan bangkit dari tidur pada pukul 3 pagi. Kemudian ia tepuk-tepuk kaki suaminya. Karena terlalu letih, Mamat tak sanggup untuk bangkit dan hanya berujar, “Ah…ah…!” tanda bahwa ia tak sanggup membuka mata.

Iis langsung bangkit menuju kamar mandi. Usai berwudhu, ia kembali lagi ke kamar untuk bertahajud. Sajadah telah dibentangkan dan mukena pun telah ia kenakan. Sebelum melakukan shalat, untuk kedua kalinya Iis menepuk kaki Mamat agar ia bangun dan melakukan shalat tahajud bersama-sama. Sekali lagi, Mamat hanya mengeluarkan kata, “Ahh…ahh…!” Ia terlalu lelah untuk bangkit dan menyusul istrinya untuk bertahajud. Iis pun memaklumi. Raut wajah Mamat yang letih sudah mengabarkan bahwa ia terlalu lelah bekerja hari itu. Iis pun melapalkan takbiratul ihram tanda ia memulai shalat tahajud.

Begitu khusyuk shalat yang Iis dirikan, dan di atas pembaringan Mamat pun menyaksikan sosok istrinya yang bermukena sedang menjalankan shalat. Namun ia dalam kondisi antara tidur dan terjaga. Kata orang, ini adalah tidur ayam. Tidur tak mau, bangun tak kuasa.

Setiap gerakan shalat yang Iis lakukan selalu ia iringi dengan tetesan air mata. Sungguh…, seolah Allah Swt hadir menyambut kedatangan Iis dalam keheningan malam itu. Hingga kedekatan dengan Sang Maha Pencipta pun dapat dirasakan oleh Iis yang menjalankan shalat tahajud.

Tak terasa waktu bergulir dengan cepat. Sudah satu jam lebih Iis melakukan shalat dan dzikir kepada Allah Swt. Waktu telah menunjukkan pukul 4 lebih. Dan ia berkeinginan untuk bermunajat kepada Allah Swt dalam lantunan dan rangkaian doa yang ia bacakan.

“Allahumma, ya Allah… Izinkan hamba-Mu ini untuk dapat berhaji ke rumah-Mu. Mudahkan jalan hamba…. Lapangkanlah rezeki kami. Engkau Yang Maha Kuasa atas segalanya…. Berikan perkenanmu agar aku sanggup datang ke rumah-Mu untuk beribadah dan memakmurkannya… Dengarkan doaku dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu…!”

Dalam kesyahduan doa yang dibaca oleh Iis kepada Tuhannya, rupanya Mamat pun sempat mengamini di dalam hati tanpa sepatah kata pun terucap. Sungguh, malam itu telah terbangun sebuah jalinan suci antara seorang hamba dengan Allah Swt dalam rangkaian doa yang penuh hikmat dan cita.

Adzan Shubuh mulai terdengar di beberapa masjid dan mushalla. Untuk terakhir kali, Iis membangunkan Mamat suaminya sambil berujar, “Pak Haji… ayo bangun! Malu sama tetangga. Masa sudah haji enggak shalat Shubuh berjamaah? Ayo bangun, Kang….!”

Mamat pun bangkit. Berat sekali rasanya ia mengangkat badan. Setelah berwudhu, ia pun mengenakan pakaian yang bersih lalu berangkat menuju mushalla untuk melaksanakan shalat Shubuh.

Mamat mengucapkan salam saat masuk kembali ke rumah. Iis dan anak-anak pun sudah bangun semua. Inilah rumah yang berkah. Semua sudah terjaga dan bangkit untuk menyongsong hari yang indah. Mamat kemudian meminta Iis membuatkan secangkir kopi untuknya. Kemudian dengan tasbih di tangan, ia baru saja hendak menempelkan pantatnya ke kursi sofa di ruangan depan. Namun tiba-tiba hasratnya untuk duduk, dihentikan oleh dering telfon yang berbunyi keras di pagi hari. Mamat pun mengangkat gagang telfon.

“Assalamu’alaikum….. ini dari mana dan mau bicara dengan siapa?” Mamat membuka pembicaraan. “Mat… ini teh Sulis, Iis ada nggak?” demikian suara di seberang menjawab. Mamat pun tahu bahwa orang yang menelfon ini rupanya adalah kakak iparnya sendiri. Tanpa berpikir panjang, Mamat pun memanggil Iis yang saat itu sedang hendak membuatkan kopi untuknya.

Mamat kembali duduk di atas kursi sofa. Sementara Iis duduk di lantai untuk menerima telfon. Baru saja Iis mengucapkan salam kepada teh Sulis, namun setelah itu tidak ada satu patah kata pun yang meluncur dari mulut Iis. Yang ada adalah deraian air mata dan kata, ‘iya Teh!’ berulang-ulang diucapkan.

Pembicaraan telfon di pagi hari itu sudah lebih dari 10 menit berlangsung. Melihat istrinya terus menangis, Mamat menduga bahwa ada berita buruk yang terjadi terhadap keluarga hingga pagi-pagi begini sudah menelfon dan membuat istrinya menangis. Mamat mengira bahwa ada salah seorang familinya berpulang kepangkuan Ilahi.

Gagang telfon itu kemudian diletakkan Iis. Ia masih sesenggukan menahan tangis. Iis mencoba mengangkat wajah dan menghadap ke arah suaminya. Saat itu Mamat mencoba menyelak dengan pertanyaan, “Siapa yang meninggal, Is..?” Masih sesenggukan Iis menjawab, “Gak ada yang meninggal, Kang!” “Lalu kenapa kamu menangis kayak begitu, emangnya berita sedih apa yang diceritain teh Sulis?” Mamat masih mengejar dengan pertanyaan yang lebih menukik.

Saat itulah Iis menceritakan hal sebenarnya, “Kang…., barusan teh Sulis bilang bahwa ia berniat berangkat haji tahun ini. Kebetulan kang Andi suaminya lagi banyak kerjaan. Kang Andi gak bisa nemenin…. Teh Sulis tadi nanya saya, kamu khan belum berhaji, mau gak saya ajak? Teh Sulis mau bayarin biaya haji saya…. tapi saya disuruh minta izin dulu ke Akang. Iis gak nyangka, Kang…. begitu cepat Allah menjawab doa yang baru saja Iis sampaikan dalam tahajud. Sekarang, pilihan mah ada di Akang. Jika Akang izinkan, saya siap. Kalau Akang enggak izinin saya juga ikhlas…!” Iis berhenti sejenak mengatur nafasnya yang masih sesenggukan. Air mata itu masih menetes tanda haru dan syukur atas doa yang Allah Swt kabulkan. Sementara Mamat masih terdiam, terperangah dan takjub atas kemurahan Tuhan.

Mamat langsung merangkul istrinya ke dalam dekapan. Mamat berujar, “Kamu boleh berangkat haji untuk beribadah dan nemenin teh Sulis. Akang ikhlas mengizinkan kamu dan merawat anak-anak di rumah. Silahkan kamu berhaji untuk melengkapi agama kamu, Is!”

Keduanya masih berpelukan erat tanda haru dan syukur atas nikmat Allah Swt yang tiada ternilai. Dalam keharuan tersebut ternyata masih tersisa sebuah penyesalan dalam dada Mamat yang kemudian terbersit di hatinya, “Coba, saya ikut bangun tahajud dan berdoa kepada Allah untuk minta haji. Mungkin bisa berangkat bareng-bareng juga kali ya….?!”

Itulah kisah sepasang suami-istri hamba Allah Swt yang dimudahkan untuk berhaji ke Baitullah. Semoga kita semua mendapat menerima anugerah yang serupa. Aamiin

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS.Al – Baqarah, 2:185)

-Ustadz Bobby Herwibowo-

sumber : fp Islam motivation



TANDA - TANDA JODOH

Ini diambil dari sebuah pengalaman bukan prediksi.

Setelah ikhtiar maksimal, berdoa dan shalat, maka tanda itu Allah tunjukan :

1. Berupa keyakinan yang besar untuk menuju pernikahan tidak bisa tergoyahkan oleh apapun sekalipun banyak ujian walau tanpa cinta dan hanya ta'aruf sesaat.

2. Merasa nyaman dan cocok dengannya, tidak ada ganjalan berupa rasa tidak cocok dalam hati, sehingga tiada keraguan untuk menikah.

3. Bisa menjadi diri sendiri tanpa adanya kepura-puraan atau tanpa sesuatu yang ditutupi.

4. Ikhlas menerima apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

5. Allah mudahkan segala urusannya walau harus ada ujian didalamnya.

6. niat yang lurus dari keduanya hanya mengharap ridho Allah.

7. Ada restu dan do'a dari kedua belah orang tua.

8. Sebesar apapun ujian jika berjodoh maka pasti akan bertemu juga dipelaminan.

sumber : fp: Ayo baca

8 April 2013

Mengkhatamkan Al-Quran

Sunnah dalam teknis mengkhatamkan Al-Qur’an

Adalah Anas bin Malik, beliau memiliki kebiasaan apabila telah mendekati kekhataman dalam membaca Al-Qur’an, beliau menyisakan beberapa ayat untuk mengajak keluarganya guna mengkhatamkan bersama.

Dari Tsabit al-Bunnani, beliau mengatakan bahwa Anas bin Malik jika sudah mendekati dalam mengkhatamkan Al-Qur’an pada malam hari, beliau menyisakan sedikit dari Al-Qur’an, hingga ketika subuh hari beliau mengumpulkan keluarganya dan mengkhatamkannya bersama mereka. (HR. Darimi)

Hikmah yang dapat dipetik dari hadits Anas di atas, adalah bahwa ketika khatam Al-Qur’an merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa kepada Allah. Dengan mengumpulkan seluruh anggota keluarga, akan dapat memberikan berkah kepada seluruh anggota keluarga. Karena, semuanya berdoa secara bersamaan kepada Allah mengharapkan rahmat dan berkah dari-Nya.

Kiat-Kiat Agar Senantiasa Dapat Mengkhatamkan Al-Qur’an

Ada beberapa kiat yang barangkali dapat membantu dalam mengkhatamkan Al-Qur’an, di antaranya adalah:

1. Memiliki ‘azam’ yang kuat untuk dapat mengkhatamkannya dalam satu bulan. Atau dengan kata lain memiliki azam untuk membacanya satu juz dalam satu hari.

2. Melatih diri dengan bertahap untuk dapat tilawah satu juz dalam satu hari. Misalnya untuk sekali membaca (tanpa berhenti) ditargetkan setengah juz, baik pada waktu pagi ataupun petang hari. Jika sudah dapat memenuhi target, diupayakan ditingkatkan lagi menjadi satu juz untuk sekali membaca.

3. Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca Al-Qur’an yang tidak dapat diganggu gugat, kecuali jika terdapat sebuah urusan yang teramat sangat penting. Hal ini dapat membantu kita untuk senantiasa komitmen membacanya setiap hari. Waktu yang terbaik menurut penulis adalah ba’da subuh.

4. Menikmati bacaan yang sedang dilantunkan oleh lisan kita. Lebih baik lagi jika kita memiliki lagu tersendiri yang stabil, yang meringankan lisan kita untuk melantunkannya. Kondisi seperti ini membantu menghilangkan kejenuhan ketika membacanya.

5. Usahakan untuk senantiasa membersihkan diri (baca: berwudhu’) terlebih dahulu sebelum kita membaca Al-Qur’an. Karena kondisi berwudhu’, sedikit banyak akan membantu menenangkan hati yang tentunya membantu dalam keistiqamahan membaca Al-Qur’an.

6. Membaca-baca kembali mengenai interaksi generasi awal umat Islam, dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik dari segi tilawah, pemahaman ataupun pengaplikasiannya.

7. Memberikan iqab atau hukuman secara pribadi, jika tidak dapat memenuhi target membaca Al-Qur’an. Misalnya dengan kewajiban infaq, menghafal surat tertentu, dan lain sebagainya, yang disesuaikan dengan kondisi pribadi kita.

8. Diberikan motivasi dalam lingkungan keluarga jika ada salah seorang anggota keluarganya yang mengkhatamkan al-Qur’an, dengan bertasyakuran atau dengan memberikan ucapan selamat dan hadiah.

Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan sifat Rasulullah, para sahabat, salafuna shaleh, dan orang-orang mukmin yang memiliki ketakwaan kepada Allah. Seyogyanya, kita juga dapat memposisikan Al-Qur’an sebagaimana mereka memiliki semangat, meskipun kita jauh dari mereka.

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (An-Ankabut: 69).




sumber : dakwatun

1 April 2013

Jalan masih Panjang

Cipt : Aden
Penyanyi : Edcoustic


Oh jalan masih panjang terbentang dihadapan
Tak hanya sekedar dunia
Lihatlah kedepan yang lalu biar berlalu
Jadikan pemicu kalbu

Jalan hidup takkan pernah lurus
Pasti ada salah lewati segalanya
Tapi tuhan tak pernah berhenti
Membuka jendela maaf untuk kita

Jalan masih panjang
Usah berputus asa
Selagi nyawa tersimpan